fourteenmedia.id — TikTok menghadapi tantangan besar di Mahkamah Agung AS terkait upaya mencegah larangan terhadap platform tersebut.
Sidang lisan pada Jumat menunjukkan bahwa sebagian hakim cenderung mendukung kekhawatiran pemerintah mengenai masalah keamanan nasional yang terkait dengan kepemilikan TikTok oleh perusahaan China, ByteDance.
Undang-undang yang disahkan oleh Kongres pada April lalu mewajibkan TikTok untuk melepaskan diri dari ByteDance atau menghadapi larangan mulai 19 Januari, dengan Mahkamah Agung masih dapat campur tangan.
TikTok berargumen bahwa pemisahan dari ByteDance hampir mustahil dan akan membuat platform ini “mati” dalam beberapa hari. Pengacara yang mewakili para kreator TikTok menilai larangan ini sebagai tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Amerika. Pemerintah AS mengkhawatirkan potensi akses China terhadap data pengguna AS dan pengaruh asing pada algoritma TikTok.
Kasus ini berfokus pada apakah kepentingan keamanan nasional dapat mengesampingkan kekhawatiran kebebasan berbicara. Beberapa hakim mempertanyakan apakah undang-undang ini melanggar Amandemen Pertama, sementara pemerintah berpendapat bahwa undang-undang ini hanya mengatur kontrol asing, bukan konten.
TikTok berpendapat bahwa undang-undang ini seharusnya menjalani pengujian ketat karena berhubungan dengan konten.
Undang-undang ini, yang didukung oleh 22 negara bagian dan legislator dari Partai Republik, disahkan dengan dukungan bipartisan dan dianggap penting untuk mencegah campur tangan asing.
Jika Mahkamah Agung mengizinkan undang-undang ini, TikTok akan dilarang di toko aplikasi AS, dan Apple serta Google diminta mematuhi pada 19 Januari. Sebelumnya, Presiden Trump juga mendukung TikTok, meski tidak terlibat langsung dalam kasus ini.