Blitar, fourteenmedia.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar berpotensi kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 37 miliar, dari pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap perkebunan PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Pasalnya, keberadaan PTPN dianggap masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) yang harus didukung oleh pemerintah daerah.
Regulasi BPHTB nol persen bagi PSN ini sudah berlaku sejak pertengahan 2024 lalu. Maka dari itu, proses balik nama lahan Kebun Bantaran di Kabupaten Blitar, dari sebelumnya milik PTPN XII menjadi PTPN I Regional 5, tidak dikenakan pajak. Padahal potensi pajak dari sektor transaksi tanah ini cukup tinggi untuk menyumbang PAD. “Kebijakan ini sesuai beberapa regulasi, terutama surat Menteri Dalam Negeri (Kemendagri). Tentu tidak berani bila tidak ada peraturannya. Sebenarnya, ini masuk objek BPHTB, namun karena sinergitas dan komitmen kepada PSN, ya harus mendukung itu,” ujar Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar, Asmaning Ayu.
Dia melanjutkan, selain PSN, Pemkab Blitar juga mengenakan BPHTB nol persen kepada peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada beberapa tahun terakhir. Karena pemerintah daerah harus mendukung untuk penataan aset tersebut melalui PTSL. Namun, tahun ini Bapenda belum berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk kelanjutan BPHTB nol persen pada PTSL.
Ayu menyebut kebijakan BPHTB nol persen ini tentu mempengaruhi PAD Pemkab Blitar dari sektor pajak. Karena menurutnya, nilainya cukup besar dari 11 aset yang tidak dikenakan pajak ini. Apalagi ada beberapa objek yang nilai BPHTB mencapai lebih dari Rp 1 miliar. Karena itu, potensi BPHTB pada 11 objek pada PSN di Kabupaten Blitar ini mencapai Rp 37 miliar. “Sedangkan target pajak BPHTB mencapai Rp 27 miliar untuk 2025 ini. Namun, pembebasan BPHTB untuk perkebunan ini dilakukan sekali ini saja, karena PTPN bertransformasi dari PTPN XII menjadi PTPN I Regional 5. Sebenarnya materi di dalamnya tidak berubah, hanya karena ada balik nama, jadi ada BPHTB,” pungkasnya
Regulasi BPHTB nol persen bagi PSN ini sudah berlaku sejak pertengahan 2024 lalu. Maka dari itu, proses balik nama lahan Kebun Bantaran di Kabupaten Blitar, dari sebelumnya milik PTPN XII menjadi PTPN I Regional 5, tidak dikenakan pajak. Padahal potensi pajak dari sektor transaksi tanah ini cukup tinggi untuk menyumbang PAD. “Kebijakan ini sesuai beberapa regulasi, terutama surat Menteri Dalam Negeri (Kemendagri). Tentu tidak berani bila tidak ada peraturannya. Sebenarnya, ini masuk objek BPHTB, namun karena sinergitas dan komitmen kepada PSN, ya harus mendukung itu,” ujar Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar, Asmaning Ayu.
Dia melanjutkan, selain PSN, Pemkab Blitar juga mengenakan BPHTB nol persen kepada peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada beberapa tahun terakhir. Karena pemerintah daerah harus mendukung untuk penataan aset tersebut melalui PTSL. Namun, tahun ini Bapenda belum berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk kelanjutan BPHTB nol persen pada PTSL.
Ayu menyebut kebijakan BPHTB nol persen ini tentu mempengaruhi PAD Pemkab Blitar dari sektor pajak. Karena menurutnya, nilainya cukup besar dari 11 aset yang tidak dikenakan pajak ini. Apalagi ada beberapa objek yang nilai BPHTB mencapai lebih dari Rp 1 miliar. Karena itu, potensi BPHTB pada 11 objek pada PSN di Kabupaten Blitar ini mencapai Rp 37 miliar. “Sedangkan target pajak BPHTB mencapai Rp 27 miliar untuk 2025 ini. Namun, pembebasan BPHTB untuk perkebunan ini dilakukan sekali ini saja, karena PTPN bertransformasi dari PTPN XII menjadi PTPN I Regional 5. Sebenarnya materi di dalamnya tidak berubah, hanya karena ada balik nama, jadi ada BPHTB,” pungkasnya