Diancam Pidana, Makelar Suara Masih Menjamur Selama Pilkada

Fenomena botoh alias makelar suara di setiap gelaran pilkada memang marak terjadi. Menanggapi hal ini, Bawaslu Tulungagung meminta agar masyarakat cerdas dan memilih kontestan pilkada sesuai dengan hati nurani. Sebab, baik botoh maupun penerima ‘serangan fajar’ diancam hukuman pidana jika terbukti melanggar ketentuan pemilu. Ketua Bawaslu Tulungagung, Pungki Dwi Puspito mengaku, aktivitas botoh merupakan kegiatan ilegal dan melanggar hukum. Tak tanggung-tanggung, botoh diancam hukuman 2-6 tahun jika secara sah dan meyakinkan melakukan aktivitas makelar suara di pemilu.

“Sudah diatur secara tegas dalam undang-undang pilkada. Bagi setiap orang yang mempengaruhi untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau mempengaruhi untuk memilih salah satu paslon dengan bentuk uang atau materi lainnya itu kena sanksi pidana 36 bulan dan maksimal 72 bulan penjara,” bebernya.

Sanksi serupa juga dikenakan bagi penerima uang atau materi lain dari botoh yang beraksi selama pemilu. Dalam hal ini, penting agar masyarakat menumbuhkan kesadaran bahwa pemilu harus disukseskan dengan cara yang sesuai dengan azaz langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

“Kesadaran pentingnya menggunak hak pilih tanpa harus menerima janji-janji. Tapi iki kayak permainan bola pingpong. Masyarakat mengharapkan (uang dari paslon-botoh, Red). Kedua, peserta sendiri (khawatir, Red) kalau tidak mengeluarkan uang, tidak ada dukungan dari masyarakat,” ucap Pungki.

Padahal, tidak ada jaminan masyarakat akan memilih paslon yang sudah memberikan uang. Maka, hal ini sepatutnya juga jadi perhatian kedua pihak, dalam hal ini paslon dan calon pemilih. “Kembali ke kesadaran masing-masing. Karena itu praktek yang merusak kualitas demokrasi dan mengkerdilkan hak demokrasi bagi pengguna hak pilih,” tegasnya.

Leave a Comment