Angka kemiskinan di Tulungagung masih terbilang mengkhawatirkan. Sebab, dalam satu dekade terakhir, tingkat penurunan angka kemiskinan hanya mencapai sekitar 2,47 persen. berbagai faktor disebut jadi penyebab sulitnya menekan tingkat kemiskinan.
Sekda Tulungagung, Tri Hariadi menerangkan, melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2022, pemerintah telah mengamanatkan percepatan pengurangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrim. Pemerintah juga menargetkan tidak ada lagi kemiskinan ekstrem di akhir 2024. “Seiring dengan upaya pemerintah menghapus kemiskinan ekstrim, alhamdulillah sejak 2022 kemiskinan ekstrim di Kabupaten Tulungagung sudah nol persen,” jelasnya.
Di sisi lain, angka kemiskinan makro di Tulungagung di tahun ini berada di 6,28 persen. Secara umum, terjadi penurunan angka kemiskinan makro dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Rinciannya, pada 2014 di angka 8,75 persen, 2015 di angka 8,57 persen, 2016 di angka 8,23 persen, 2017 di angka 8,04 persen, 2018 di angka 7,27 persen, 2019 di angka 6,74 persen, 2020 di angka 7,33 persen, 2021 di angka 7,51 persen, 2022 di angka 6,71 persen, 2023 di angka 6,53 persen, dan pada 2024 di angka 6,28 persen.
Itu artinya, lanjut Tri, angka kemiskinan hanya turun sekitar 2,47 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Adapun tingkat penurunan hanya mencapai sekitar 0,24 persen per tahun di periode yang sama. Dia menyebut, hal ini mengindikasikan pemkab perlu menerapkan program yang lebih efektif mulai tahun depan.
”Kita boleh bangga dengan kemiskinan yang kian terkendali di Kabupaten Tulungagung. Namun, apabila kita telaah dalam periode yang lebih panjang, penurunan kemiskinan akhir-akhir ini justru menjadi semakin lambat. Dalam 10 tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Tulungagung hanya mampu menurunkan tingkat kemiskinan rata-rata sebesar 0,24 persen per tahun,” tegas Tri.
Dia menambahkan, kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor. Mulai dari banyaknya anak yang tidak bersekolah, masih banyak penduduk miskin yang berada dalam kondisi disabilitas, hingga tingkat inklusivitas perekonomian daerah yang terbilang rendah.
”Oleh karena itu, kita harus terus menyempurnakan kebijakan yang selama ini telah dijalankan atau membuat inovasi kebijakan baru. Kita membutuhkan kebijakan yang lebih efektif, kebijakan yang benar-benar dapat menyelesaikan akar masalah kemiskinan di Kabupaten Tulungagung,” bebernya.
Untuk diketahui, besaran anggaran penanggulangan kemiskinan mengalami peningkatan sejak 2021 lalu. Anggaran kemiskinan pada tahun ini sekitar Rp 661,9 miliar (M). Jumlah itu terdiri dari APBD sekitar Rp 286,1 M dan APBN sekitar Rp 375,8 M. ”Berdasarkan jenis belanja, proporsi paling besar dalam anggaran penanggulangan kemiskinan adalah belanja hibah dan bansos. Yaitu, 77,20 persen di tahun 2024,” katanya.
Lalu, dukungan dana desa (DD) untuk penanggulangan kemiskinan juga terus meningkat. Di tahun ini mencapai sekitar Rp 67,2 M atau 27,21 persen dari total DD yang mencapai sekitar Rp 246,9 M. Untuk itu, Tri meminta seluruh stakeholder yang terlibat dalam program pengentasan kemiskinan daerah terus bekerja sama, termasuk dalam perumusan kebijakan yang akan diterapkan di tahun depan. Serta dapat menciptakan inovasi kebijakan atau program penanggulangan kemiskinan,” ujarnya.