BLITAR, fourteenmedia.id — Rapat gabungan Komisi II dan III DPRD Kota Blitar bersama Dinas KPTSP dan PERDAGIN pada Selasa (14/1) membahas adanya pasar modern atau toko berjejaring di Kota Blitar. Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kota Blitar, Yohan Tri Waluyo, menyoroti lonjakan jumlah toko berjejaring yang melebihi data resmi.
Menurut Yohan, dari total 22 toko berjejaring yang terdata resmi, terdapat sekitar 42 toko yang saat ini beroperasi di Kota Blitar. Ia menekankan perlunya penertiban terhadap toko-toko tersebut karena banyak di antaranya tidak memiliki izin yang lengkap.
“Hanya 22 toko berjejaring yang resmi, tapi ternyata ada sekitar 42 yang sudah berada di Kota Blitar. Kami sampaikan ke KPTSP dan PERDAGIN bahwa toko-toko ini harus ditertibkan, karena banyak yang izinnya kurang lengkap. Misalnya, izin IMP (Izin Membangun Prasarana) yang sekarang berubah nama menjadi BPG,” ujar Yohan.
Yohan juga menyoroti pentingnya menegakkan aturan yang sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Ia mengungkapkan adanya isu pungutan besar yang dilakukan untuk meloloskan toko modern agar dapat beroperasi.
“Kami harus mengedepankan aturan Perda yang sudah dibuat melalui kajian panjang. Jika dilanggar, itu adalah pelanggaran hukum. Ironisnya, ada isu pungutan besar untuk meloloskan toko modern. Ini harus segera disikapi,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), Johan Marihot, menjelaskan bahwa Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pasar Modern akan dievaluasi pada tahun 2025. Ia menyatakan bahwa Perda tersebut akan dilanjutkan atau diubah berdasarkan kajian mendalam dan dampaknya terhadap masyarakat kecil.
“Pasar modern di Kota Blitar diatur dalam Perda 1/2018. Kami akan mengevaluasi perizinannya, seperti PBG dan PKKPR, agar semuanya lengkap. Jika tidak, kami akan memberikan surat peringatan hingga menutup toko yang tidak memenuhi aturan,” jelas Johan.
Ia juga menegaskan bahwa perubahan Perda nantinya harus mempertimbangkan kepentingan rakyat kecil, terutama pelaku usaha mikro seperti warung tradisional.
“Jika Perda baru ini merugikan perekonomian rakyat kecil, kami pastikan tidak akan melanjutkannya. Perubahan aturan harus menguntungkan masyarakat luas, bukan sebaliknya,” tegasnya.